Kamis, 22 Mei 2014

STOP DISKRIMINASI KUCING DOMESTIK

Pencinta kucing yang sebenarnya , mampu menyayangi semua kucing mereka atau bukan tanpa melihat rupa , keturunan , asal - usul dan selalu ingin memberikan yang terbaik .
Andai kita suka bersikap diskriminasi terhadap kucing , tak mustahil suatu hari kita akan menjadi korban diskriminasi juga .
Penyakit yang menghinggapi kucing pun tak diskriminasi terhadap korban mereka . Mereka serang saja semua kucing , asalkan mereka dapat hidup .
Sama juga seperti manusia , bakteri , kutu dan virus jarang sekali ' pilih bulu ' bila ingin menginfeksi manusia .
kita menyerukan penggemar dan pecinta kucing tegar semua , supaya hentikan diskriminasi terhadap kucing kampung .
Kasihanilah mereka , mereka tidak minta dilahirkan seperti itu .
Tapi , mereka berhak untuk mendapat perawatan yang sama seperti kucing ras yang selalu ingin didambakan itu .
Setelah semua , jika kita terjangkit cacing pita tidak hanya semata dari kucing kampung, kucing Persia , bahayanya tetap sama .
Kepada yang Muslim khususnya , bayangkan saja jika Rasulullah SAW dikalangan kita . Apakah beliau senang dengan sikap diskriminasi kita ini terhadap kucing kampung
salam miawwww.......

JANGAN ABAIKAN KUCING DOMESTIK

Sebagai manusia yang derajatnya lebih tinggi dari pada hewan, marilah kita lebih bijak dalam menilai. Menyalahkan kucing dan membencinya bukanlah solusi yang tepat. Semua hewan di muka bumi ini adalah hasil karya “Sang Pencipta”. Semua hewan punya peranan masing-masing di bumi ini, begitu juga dengan kita manusia. Mari mencintai hewan, mari mencintai kucing domestik(kampung). Cukup sudah semua tudingan dan tuduhan yang menyakitkan yang diarahkan pada kucing domestik(kampung).

Please……….please………

KEMANAKAH KUCING KITA SETELAH MATI

mungkin jawaban ini bisa membantu.

Nabi berpesan untuk menyayangi kucing peliharaan seperti menyayangi keluarga sendiri. Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan ini sangatlah serius

Para imam ahli hadits dari generasi salaf menjelaskan, walaupun hewan tidak akan dimintai pertanggung-jawaban atas perbuatan mereka, penyeimbangan urusan itu menunjukkan dalamnya makna keadilan Allah, hingga makhluk tak berakal yang tertindas akan diberi kesempatan untuk membalas.

Yang jelas, setiap Muslim wajib berbuat baik pada hewan dan tidak menyiksa mereka. Rasulullah bersabda:

"Seorang wanita ada yang masuk neraka karena seekor kucing yang ia ikat. Ia tidak memberinya makan, tidak juga melepaskannya untuk mencari makanan." [Shahih Bukhari, 3071]

"Ketika seekor anjing yang hampir mati kehausan tengah mengelilingi sebuah sumur, seorang pelacur dari Bani Isra'il melihatnya, lalu ia mengambil air dengan sepatunya dan memberinya air. Semua dosanya diampuni karena perbuatannya itu." [Shahih Bukhari, 3208]

hewan punya dunia akhiratnya sendiri, ada beberapa ayat dari berbagai agama yang menyebutkan, Tuhan memberikan hewan sebuah dunia yang baru, surga yang baru. Tidak disebutkan soal neraka untuk hewan. Jadi kita bisa ambil kesimpulan, kita yakin 90% semua hewan yg pernah hidup di bumi, setelah mati, akan masuk surganya sendiri. hewan tidak mengenal dosa, karena hewan tidak tahu apa itu dosa, jadi mustahil dijebloskan ke neraka untuk sesuatu yg tidak ia ketahui. Mungkin lain ceritanya jika hewan ikutan makan buah pengetahuan seperti adam dan hawa dulu. jika seandainya adam dan hawa tidak melanggar peraturan Tuhan itu,maka tidak akan pernah ada nabi nabi, tidak akan pernah ada surga dan neraka untuk manusia.semua manusia akan masuk surga seperti hewan. jadi hewan-hewan disekitar kita itu lebih beruntung dari kita.mereka boleh jadi derajatnya di bawah kita, tapi mereka semua penghuni surga kelak.makanya baik-baik sama hewan sekitar kita, karena siapa tahu, kelak merekalah yg akan membela kita di akhirat kelak.

Tuhan menciptakan surga sebagai tempat sempurna di mana kebahagiaan sejati berada. jika bersama hewan piaraan semasa hidup anda adalah kebahagiaan sejati versi anda, maka anda akan bertemu dengan hewan piaraan kesayangan anda di sana (sesuai definisi surga itu sendiri)

SAATNYA BERGERAK INDIVIDU

Kucing, mencuri, menurut definisi manusia, kita. Kenapa dia mencuri? Karena dia mengikuti insting survival. Dia harus makan, no matter what. Apakah dia akan makan dr sampah-sampah kalian, apakah dia akan berburu hewan mangsa dia, apakah dia akan menyelinap diantara kaki kalian kala kalian bersantap dirumah makan, apakah dia harus beraksi sampai ke meja makan kalian, itu adalah survival. Kucing, ga bs berkata gamblang “saya lapar, tolong kasih makan saya”. Tapi kucing yg biasa berinteraksi dgn manusia, akan mengeong. Bunyi dan intonasinya beda. Perhatikan. Beda nada dan intonasinya dengan tujuan lain dia. Kalian, maaf, kita, yg harus lebih peka. Oh, ini dia lapar. Kita WAJIB bantu si mpus.
Si mpus ini apakah bisa utang ke warung kala dia lapar? Tidak.
Si mpus ini apakah bisa minta ke temannya, kala dia lapar? Tidak.
Si mpus ini apakah bisa membeli makanan ke warung? Tidak.
Si mpus, karena lingkungan yg semakin tidak menyediakan makanan buat dia, akan “menginvasi” area makan kalian. Akan mempertahankan hidupnya, dgn apapun cara dia mendapatkan makan. Kenapa dia menginvasi area makan / meja makan kalian? Karena dia lapar. Kenapa lapar? Karena, mungkin, cara mudah menemukan makanan disekitar dia, makin susah. Kenapa makin susah? Karena, perkembangan lingkungan yg makin tidak mendukung dia cari makan. Atau, kalian tidak mau membantu dia. Hey, lo bisa pake gadget bagus, baju keren2, kendaraan punya, dan sederet apalah itu di daftar property lo, tapi lo ga mau berbelas kasih sediain makan buat mereka? Oh yeah. Great.
Lo mau kucing2 ini ga “mencuri”? Sediakan makanan. Simple, right?
Lo mau kucing2 ini ga sembarang boker / kecing? Kita bantu sediakan bak-bak plastik berisi pasir zeolit. Ini akan sangat membantu mengurangi pup+pee mereka dimana2. Pasir zeolit bs kalian cuci, bersihkan, lalu jemur dan dipake ulang. Hanya butuh sejumput kerelaan dan sebungkus niat membantu, semua beres.
Ketika kita melihat ada kesalahan dari mahluk lain, dalam hal ini, kucing, kita punya andil disitu. Kita, ikut bersalah. Kita, punya kemampuan mengkoreksi kesalahn tersebut. Terkutuklah kita, yg mempunyai kemampuan mengatasi masalah, namun berdiam diri. Ga mau repot. Ga mau mengurangi “kesalahan” si mpus yg efeknya ke kita dan lingkungan. Tapi hanya bisa menuding si mpus yg bersalah. Kalian meneruskan bibit tirani yg memang telah tertanam di manusia, kodratnya.
Ada di comfort zone, lalu menjadi malas tuk berbuat, lalu masuk ke zona “komentator” alias kaum yang cuma bisa cuap2, komen sana sini, cuma bisa marah2, cuma bisa sibuk ngomel di socmed, dan cuma ambil tindakan pintas mengatasi masalah tanpa bijak melihat apa yg menjadi permasalahan sejatinya. Oh yeah.
Maju selangkah lagi yuk. Kita keluar, dari comfort zone kita. Ga muluk2 ngarepin lo ikut join di battle zone. Cukup keluar 1cm dari zona nyaman kalian, repot2 sedikit buat si mpus. Mengerti dia, pahami. Maka kalian akan maklum. Dengan maklum, kalian akan tidak merasakan gangguan apapun.
Mengerti – pahami – maklumi. Tiga urutan yg sebaiknya kita pakai dalam menganalisa sesuatu seperti ini.
Maukah kalian?
Semua kembali ke nurani.
Tengok sedikit ke dalam situ.
Masih ada di hatimu? Bagus.
Selamat. Anda harus bergerak. Demi mpus-mpus dan mahluk2 lain yg butuh bantuan diluar sana.
Butuh lebih dari sekedar komen atau nyinyir tuk bisa ubah dunia.
saya percaya, semuanya bisa.
Salam…

CURHATAN KUCING DOMESTIK

Sejak kemarin perutku ini belum diisi apapun. Aku benar-benar lapar. Warung-warung makan sudah aku datangi, tapi hasilnya sia-sia saja. Tak ada yang bisa kudapatkan untuk dimakan. Mereka semua malah mengusirku, mengejarku dengan gagang sapu di tangannya untuk memukulku. Kaki kananku jadi korbannya. Jalanku kini pincang.
Meski pincang aku tetap tidak menyerah. Aku akan terus mencari sampai ada orang yang mau membagi sedikit saja makanannya untukku.
Berjam-jam sudah aku berjalan, bukan makanan yang kudapatkan melainkan peluh yang keluar akibat terik matahari yang menyengat siang ini. Capek, panas, ingin kurebahkan sejenak tubuh ini. Tapi di mana?
Aku terus berjalan hingga kutemukan sebuah toko yang terlihat sepi. Toko yang penuh berbagai macam mainan dengan warna dan bentuk yang menarik. Tapi tak menarik untukku. Karena yang kubutuhkan saat ini hanyalah makanan.
Tapi, tunggu dulu! Aku lihat kain hitam di pojokan sana. Di dalam toko ini. Kain bekas yang kelihatannya tak terpakai lagi. Sudah dijadikan lap mungkin? Tapi aku tak peduli, mumpung penjaga tokonya sedang tak ada. Jadi tak ada salahnya kalau aku numpang sejenak untuk merebahkan tubuhku.
Aku berjalan mendekati kain lap. Kain lap ini rasanya lumayan nyaman, lumayan untuk alas tidur. Aku ambil posisi yang nyaman, lalu kupejamkan mataku. Tak berapa lama aku pun terlelap.
* * *
Ooah…! Kuregangkan tubuhku. Lumayan, sudah terasa lebih segar. Tapi, perutku masih lapar. Kuputuskan untuk kembali berburu makanan.
Setelah berjuang melewati kencangnya laju kendaraan yang membuatku harus terseok-seok menghindar saat ban-ban itu hampir melindasku, akhirnya aku sampai juga di sebuah rumah makan.
Clingak-clinguk. Aku mencari sesuatu yang kuyakin pasti banyak ikan-ikan sisa di dalamnya yang bisa kumakan siang ini.
Setelah melewati beberapa kaki manusia yang tak jarang hampir menginjak ekorku, bahkan mengusirku dengan kakinya, kutemukan tong sampah yang kucari tepat di ruang dapurnya. Ya, ruang dapur. Aku yakin ini dapur rumah makan ini karena di sini terdapat banyak panci-panci besar.
Aku mencoba menaiki tong sampah di hadapanku yang tingginya dua kali lipat dari tinggi badanku agar aku bisa masuk ke dalamnya. Aroma sisa-sisa ikan menggiurkan tercium oleh hidungku.
Tak perlu waktu lama agar aku dapat masuk dan menenggelamkan tubuhku dalam tong sampah. Benar kan dugaanku, di sini banyak sekali sisa-sisa ikan yang bisa kumakan.
Sedang asyik-asiknya makan sisa-sisa ikan di tong sampah, terdengar suara teriakan yang membuatku terkejut.
“Husssh…! Kurang ajar! Ngeberantakin sampah, pergi, pergi, pergi! Hush…!” teriaknya. Sapu lidi di tangannya siap mendarat di tubuhku. Tanpa pikir panjang aku pun bergegas melompat keluar dari tong sampah dan lari terbirit-birit dengan kaki terpincang-pincang hingga tong sampahnya terguling dan membuat isinya berserakan di lantai. Orang tadi pun tambah murka. Sumpah serapah diteriakkannya padaku.
Ah, kemana lagi harus kucari makanan. Perutku masih lapar. Manusia oh manusia, mengapa engkau begitu kejam padaku hingga untuk memakan sisa-sisa makananmu saja tak boleh.
Ah, aku tak mengerti pada manusia yang sepertinya sangat tidak menyukaiku. Padahal orang kaya di luar sana banyak yang rela membayar dengan harga dan biaya pemeliharaan yang super mahal untuk kucing yang katanya ras anggora lah, persia lah. Bagiku, bukankan aku dan para kucing ras itu sama saja? Sama-sama kucing. Tapi mengapa mereka begitu berbeda memperlakukan kami?
Para kucing ras itu sangat diperlakukan istimewa bak raja dan ratu. Sementara kami, kucing kampung, dianggap sama sekali tak berharga, menjijikan, bahkan dianggap musuh dengan menjuluki kami kucing garong. Padahal tidak semua kucing kampung adalah kucing garong.
Setelah lelah berlari dari kejaran orang tadi, kuputuskan untuk berhenti di sebuah tempat di mana banyak orang berjubel dan mengantri. Suasananya ramai sekali. Banyak orang yang tengah asik mengobrol sambil menikmati makanan di mangkuknya. Aku tak tahu apa itu. Tapi hidungku mencium bau daging bertebaran di tempat ini.
Aku melenggang masuk setelah memastikan tak ada satu orang pun menyadari kedatanganku.
“Bang, bakso, jangan pake mie kuning ya?” Pesan seseorang pada bapak yang berdiri di depan gerobak.
Owh, sekarang aku tahu. Ini tempat tukang bakso. Bakso? Mm, kukira rasanya tidak kalah enak dengan ikan.
Kali ini aku tak mau masuk tong sampah lagi karena tak akan ada yang bisa kutemukan di tong sampah milik tukang bakso. Aku yakin tong sampah tukang bakso ini hanya berisi mie atau bihun sisa yang tak dihabiskan oleh para pembeli, potongan batang sawi atau plastik-plastik bekas.
“Meong, meong…,!” teriakku, memelas di bawah kaki seorang bocah. Berharap sekali ia mau membagi sedikit baksonya padaku.
Ternyata tak berhasil. Ia malah menendangku dengan kakinya. Aku beralih ke bocah lain. Ternyata sama saja. Beralih ke orang tuanya. Ah, sama saja.
Aku duduk lemas di kolong meja. Aku berpikir haruskah kucuri saja makanan dari tangan mereka?
Air mataku hampir saja menetes ketika kudengar ada suara memanggilku. “Pus, sini!” bisik seorang bocah dari kursi seberang. Ia menunjukkan bakso berukuran kecil padaku. Aku pun segera mendekati bocah tadi.
“Meong…! Meong…!” seruku, melompat kegirangan.
Ia meletakkan bakso tadi di hadapanku lalu kemudian mengelus-elus kepalaku. “Uuu… kamu lapar ya?” tanyanya dengan bibir mengerucut lucu. Ia bocah yang tak hanya cantik hatinya karena telah rela berbagi baksonya denganku, tapi juga cantik wajahnya.
Ia tersenyum manis sekali padaku. Aku bahagia, karena ternyata masih ada manusia yang peduli pada hewan kecil yang dianggap pencuri dan pengganggu sepertiku.
Ah, andai semua orang seperti anak ini, harapku.